Oleh: H.BUHADI DEN ANOM
Ada cerita menarik di APEL KUA edisi 3, diantaranya ocehan Bapak Jos Ifan yang dijuluki penghulu profesional. Beliau mengkritik terhadap performen Bapak H.Kaspon pada saat menghadiri BEDOL - Pelaksanaan pernikahan dan atau di luar kantor/diluar jam kerja- sesuai permintaan catin. Bapak H.Kaspon pada saat peristiwa bedol, berbusana kopyah nasional dan jasket hitam dipadu dengan sarung nusantara. Bapak Jos Ifan mengkritik dengan canda halus,
terkait penghulu ketika menghadiri BEDOL harus berpakain lengkap - maksudnya KOPJANA- yaitu Kopyah, Jas dan Celana, dengan maksud tujuan untuk menampakkan penampilan perfect seorang penghulu sesuai dengan eksistensinya. Namun pada saat itu Bapak H.Kaspon pakai sarung dan berdalih dengan sebuah argumen bahwa, pakaian seorang penghulu tidak ada aturan yang jelas dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah dari persoalan ini patut diajukan pertanyaan. Bagaimana menurut pandangan fiqhi terhadap penampilan pakaian penghulu zaman now, ketika menghadiri acara pernikahan bedol…?
terkait penghulu ketika menghadiri BEDOL harus berpakain lengkap - maksudnya KOPJANA- yaitu Kopyah, Jas dan Celana, dengan maksud tujuan untuk menampakkan penampilan perfect seorang penghulu sesuai dengan eksistensinya. Namun pada saat itu Bapak H.Kaspon pakai sarung dan berdalih dengan sebuah argumen bahwa, pakaian seorang penghulu tidak ada aturan yang jelas dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah dari persoalan ini patut diajukan pertanyaan. Bagaimana menurut pandangan fiqhi terhadap penampilan pakaian penghulu zaman now, ketika menghadiri acara pernikahan bedol…?
Sepenggal kasus diatas banyak kita jumpai dalam penampilan pakaian seorang penghulu tidak menyesuaikan dengan eksistensinya. Padahal penampilan pakaian seorang penghulu menjadi tolak ukur dalam menilainya, salah satu acuan utama dalam menilai seseorang adalah dilihat dari penampilannya, terutama jika orang tersebut baru pertama kali dilihat dan kita kenal. Hal yang menjadi perhatian yakni dengan melihat gaya berpakaiannya. Penampilan fisik sering menimbulkan persepsi mengenai karakteristik seseorang, seperti gambaran mengenai kepribadiannya atau kompetensi yang dimilikinya. Salah satu yang dikaitkan dengan penampilan seseorang yaitu gaya busana. Disadari atau tidak, tujuan dari cara berpakaian seseorang adalah membuat kesan pribadi yang bervariasi, mungkin saja pakaian yang dikenakan mencerminkan diri yang cerdas, perfect atau sebaliknya.
Dalam pandangan fiqhi, memang ada anjuran bagi seorang pemimpin (penghulu) disunnahkan berpenampilan perfect khususnya pada saat menghadiri acara khusus atau ceremonial yang berhubungan dengan eksistensinya. Penampilan akan mencerminkan sosok figur yang berkharisma dihadapan orang banyak. Artinya seorang “penghulu” harus bisa membaca keadaan sesuai dengan profesinya, lebih-lebih dalam hal berpakaian harus bisa menunjukkan perbedaan dengan para audien atau para undangan yang hadir pada acara pelaksanaan pernikahan. Dengan berpakaian yang menonjolkan identitas penghulu professional,maka dia sudah mendapatkan kesunnahan. (baca I’anutu Al-Tholibin juz II hal 89) .
Dengan berpenampilan perfect dia layak disebut syaammah yaitu orang-orang istimewa , pilihan atau unggulan. Artinya orang-orang yang mempunyai keistimewaan atau keunggulan. Baik penampilan diri maupun profesionalitas. Yang demikian karena kedisiplinan menjaga penampilan diri dan kebagusan performen. Artinya orang yang senantiasa menertibkan penampilannya, tak diragukan ia tertib dalam berfikir dan bernurani. Maksudnya adalah keserasian aktualisasi antara penampilan dan profesionalitas. Oleh karena itu harus bagi Penghulu Profeisonal zaman now menjaga penampilan busana yang sesuai dengan profesinya, demi menjaga marwah identitas penghulu nusantara. Yaitu dengan mengamalkan hadits Nabi SAW :
كنوا في الناس كانكم شامة
Jadilah kalian ditengah-tengah masyarakat,golongan syaammah...Ghellu raaa...!
No comments:
Post a Comment