MEWAKILKAN PADA ORANG LAIN BOLEH, TAPI...!
Oleh : H. Buhadi Den Anom
Pada APEL KUA – Aksi Pelayanan KUA – jilid 2, ada hal
menarik perhatian saya terkait persoalan “Taukil Wali Nikah”. Sebagian para
wali (Kepala KUA) beridiskusi mini tentang wakil wali nikah mewakilkan lagi
kepada orang lain.Jawabannya pun menarik, ada yang menyatakan tidak boleh,dan
ada yang membolehkan serta ada yang menjawab dengan lantang tidak boleh dengan
bertaklid kepada dawuh kyai kharismatik.
Nah, persoalan ini perlu pencerahan agar mendapat
kepastian hukum.Hal ini cukup urgen karena asas kepastian hukum adalah asas
tidak ada satu perbuatan yang dapat dihukumi kecuali ada ketentuan peraturan
yang ada dan berlaku untuk perbuatan tersebut.
Dalam hukum islam, asas kepastian
hukum terdapat dalam qur’an dan hadits sebagai sumber ijtihad para ulama. Dan
hasil ijtihad tersebut dikenal dengan istimbatu al-hukmi
atau lebih popular dengan fiqhi islam. Kembali pada pokok soal, bagaimana
hukumnya apabila seorang wakil wali nikah mewakilkan kepada orang lain(pihak
ketiga)…?
Dalam konteks fiqhi, perwakilan dikenal dengan
istilah wakalah. Secara etimologi wakalah adalah al-tafwidh yaitu pendelegasian
mandat.Salah satu dasar yang membolehkan akad wakalah adalah qur’an surah
al-kahfi ayat 19. Ayat ini mengilustrasikan sebuah pendelegasian tugas untuk
dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli
makanan. Dalam hadits pun pernah terjadi pada zaman Nabi tentang pemberian
mandat wakalah kepada seorang sahabat yang bernama Abu Rafi’ untuk menikahkan
Nabi dengan Maimunah binti Harits dan pada saat itu Nabi berada di madinah sebelum
keluar ke miqot dzul khulaifah.
Lantas bagaimana akad wakalah dalam pernikahan,
khususnya wakil wali nikah mewakilkan kepada orang lain. Dalam berbagai
leteratur fiqhi dikatakan bahwa wakil boleh mewakilkan lagi kepada orang lain,
tapi dengan catatan: Pertama, harus
ada izin dari muwakkil. Kedua, wakil
merasa tidak punya potensi atau tidak mampu melaksanakan tugas yang diembannya.
Ketiga, wakil harus tidak melampui
batas kewenangan yang berikan oleh muwakkil.(Baca Bughiya Mustarsyidin halaman
190).
Dalam konteks keindonesian,tak ada satupun
Undang-Undang Perkawinan maupun KHI menyatakan dengan tegas kebolehan tentang
wakil wali nikah mewakilkan lagi kepada orang lain. Oleh karena itu perlu
kearifan lokal, permudah jangan persulit.
Dan yang terpenting syarat dan rukun wakalah terpenuhi ,diantaranya:
Muwakkil(orang yang berwakil, Wakil, Muwakkil fih(sesuatu yang diwakilkan dan
Sighat(tesk redaksi mewakilkan). Ada benang merah yang dapat dirajut
bahwa,wakil mewakilkan pada orang lain boleh, tapi harus memenuhi tiga syarat
sebagaimana dijelaskan diatas. Wallahu
a’lam bisshowab.Ghellu raaa...!
الميسور لايسقط بالمعسور
No comments:
Post a Comment